Nina Nursuhaniah

Mother, teacher, books lover, moviegoer, and traveller wanna be.... ...

Selengkapnya
Navigasi Web

DASI IBU

(Tantangan Hari ke-1)

“Kaka, ayo dong makannya dikunyah! Ini kan sudah siang.” Aku setengah berteriak pada putraku yang kelas 4 SD.

“Ini juga dikunyah, kok Bu.” Jawabnya sambil matanya tak lepas dari TV.

“Katanya dikunyah, tapi kok mulutnya enggak gerak.” Timpalku sambil memakai kerudung.

“Neng, ayo dong makannya cepet. Sebentar lagi pak Ade dateng lho.” Aku mengingatkan putriku yang kelas 1 SD.

“Iya Bu, ini tinggal sedikit lagi, kok.” Jawabnya sambil melihat ke arahku.

Acara sarapan memang jadi ritual yang tak terlewatkan setiap pagi. Acara yang akan selesai menjelang mereka berangkat ke sekolah. Terkadang aku bisa menemani mereka sarapan, seperti hari ini. Tapi kadang aku tak bisa menemaninya karena harus berangkat lebih dulu ke tempat kerja.

Kesibukan sudah kumulai sejak jam 4.00 pagi padahal. Tapi tetap saja, waktu terasa tak pernah cukup. Selalu terburu-buru, selalu diselingi teriakan, tak pernah benar-benar damai dan penuh kelembutan. Ah, maafkan ibumu ini ya, nak. Maafkan

jika masih belum sepenuhnya sabar merawat dan mendidik kalian.

“Bu, teteh makannya sudah selesai,” Putriku berkata kepadaku yang sedang memangku putraku yang masih bayi.

“Wah, teteh hebat,” ujarku sambil tak lupa mengacungkan jempol tanganku.

“Tinggal disiapkan kaos kaki dan kerudungnya, ya teh,” kataku lagi.

“Kaka, udah habis belum makannya?” Tanyaku pada putra sulungku.

“Udah Bu, ini suapan terakhir,” jawabnya sambil matanya tetep anteng melihat tv.

“Ka, tolong ya, TV nya dimatikan dulu,” perintahku.

“Kok dimatikan, Bu? Kaka kan lagi nonton!” Tanyanya bernada protes.

“Matanya lihat TV trus sih, jadi enggak fokus makannya,” jawabku tanpa melihatnya.

“Klik!” Akhirnya TV pun dimatikan dengan wajah yang sedikit kecewa.

“Ayo kaka, neng, tas sama bekelnya disiapkan.” Sambil terus memangku putra bungsuku, yang entah kenapa pagi ini sholeh sekali. Dia tak mau didudukkan di kursi makannya.

“Tas sama bekelnya udah siap, Bu,” Jawab mereka bersamaan.

“Tinggal pake dasi aja yang belum!” Ujar mereka kompak.

“Lho, memangnya dasi belum dipasang sama ayah?” Tanyaku sedikit waswas.

“Belum, Bu. Kayaknya ayah lupa,” Jawab putriku.

Sejenak kemudian aku tersadar, kalau Ayahnya berangkat lebih subuh pagi ini. Jika biasanya dia berangkat setelah Subuh di rumah tetapi hari ini dia berangkat jam 3 pagi. Katanya, menghindari macet yang akhir-akhir ini makin menjadi. Dan sepertinya dia lupa untuk memasang dasi anak-anak sebelum berangkat. Aku pun lupa. Wah, darurat nih. Aku kan belum pernah pasang dasi. Biasanya pasang dasi selalu suami yang mengerjakan. Pikiranku pun melayang.

Sejak enam bulan lalu aku dan suami memang menjalani LDM (Long Distance Marriage). Suami harus pindah tugas ke Bandung. Yang tadinya selalu berdua mengurus rumah, bersama-sama mengurus keluarga, tiba-tiba kami harus tinggal dan berjuang di atap yang berbeda. Biasanya selalu ada bahu untuk bersandar, tiba-tiba harus menjadi wonder woman. Harus menjadi kuat kapan pun dan di mana pun karena terkadang harus mengurus anak-anak tanpa suami.

“Assalamualaikum!” Terdengar suara yang tak asing lagi bagi kami. Ya, itu adalah suara pengasuh anakku yang setia, Bibi Jenab.

“Waalaikumsalam,” Jawabku.

“Alhamdulillah, bibi udah datang. Titip dede dulu, Bi. Ibu mau masang dasi kaka sama teteh,” Ujarku tanpa membuang waktu.

“Kaka, mana dasinya? Kasih ke ibu.” Pintaku sambil menengadahkahkan tangan kananku.

“Ini Bu,” jawabnya sambil memberikan dasinya padaku.

Aku membolak-balik dasi yang sudah berada dalam genggaman tanganku. Melihatku yang tampak kebingungan, putra sulungku sepertinya paham.

“Ibu nggak bisa ya, pasang dasi!” Tanyanya sambil disertai senyum jail.

“Iya nih, ibu belum bisa. Biasanya kan yang pasang dasi selalu ayah.” Jawabku tanpa menghiraukan senyuman jail putraku.

“Bu, lihat Youtube aja!” Tiba-tiba suara putriku memecahkan konsentrasiku yang sedang mengotak-atik dasi.

“Wow, teteh hebat. Makasih teteh, idenya.” Aku berteriak kegirangan.

Setelah beberapa kali menonton video sederhana cara pasang dasi di Youtube, akhirnya aku bisa juga pasang dasi.

“Horee, ibu berhasil,” Teriakku kegirangan seperti anak kecil.

“Wah, ibu hebat udah bisa pasang dasi kaya ayah,” Puji putriku.

“Iya ih, ibu keren,” Putraku tak mau kalah memujiku.

“Alhamdulillah,” Jawabku sambil tersenyum pada mereka berdua. Kubuat sekalem mungkin senyumanku. Padahal hatiku bersorak saking bahagianya.

“Ayo ka, neng, kita keluar, pak Ade udah nunggu tuh,” Lanjutku setelah mengambil tas. Tak lupa aku pamitan pada putra bungsuku.

“Ibu berangkat dulu ya. Dede yang sholeh sama bibi. Assalamualaikum,” Ujarku sambil mengusap kepalanya. Tak lupa aku cium keningnya sebagai tanda perpisahan.

“Titip dede ya, Bi,” Ucapku sambil kutatap wajah Bi Jenab.

“Ibu uih jam opat, nya Bi.” Tambahku.

Ya Allah, aku memang takkan pernah sempurna dalam merawat dan mendidik anak-anakku. Karena satu-satunya yang sempurna, hanyalah Engkau. Aku hanya mencoba jadi ibu yang baik bagi anak-anakku walaupun waktuku harus kubagi dengan pekerjaanku. Semoga suatu hari nanti mereka paham kalau ibunya dibutuhkan oleh orang lain. Ya Allah, semoga Engkau selalu menjaga anak-anakku juga keluargaku, Aamiin.

Kutatap punggung anak-anakku yang dibonceng oleh pa Ade yang semakin menjauh. Kulangkahkan kaki kananku, sambil berucap lirih Bismillahi tawakkaltu ‘alallah wa laa haula wa laa quwwata illaa billaahi.

***RN***

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar




search

New Post